
Siswa di Palestina mengikuti ujian akhir sekolah menengah yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Gaza. Besar harapan ratusan siswa itu untuk melanjutkan pendidikan di tingkat universitas.
Awal bulan ini, Kementerian Pendidikan mengumumkan ujian akhir akan digelar pada Sabtu (19/7), menjadikannya ujian akhir sekolah pertama sejak Israel meluncurkan serangan di Gaza pada Oktober 2023.
Kementerian Pendidikan mengkonfirmasi ada sekitar 1.500 siswa yang terdaftar untuk mengikuti ujian yang diselenggarakan menggunakan perangkat elektronik. Kementerian juga mengatakan persiapan teknis yang diperlukan telah dilakukan untuk memastikan kelancaran administrasi.
Dikutip dari Al Jazeera, Senin (21/7), sejumlah siswa mengikuti ujian daring di rumah, sementara yang lainnya mengikuti ujian di tempat-tempat yang ditentukan berdasarkan wilayah mereka tinggal dengan pertimbangan faktor keamanan.
Jurnalis Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum, mengungkapkan bagi para siswa di Palestina, ujian itu menjadi gerbang penting menuju tingkat pendidikan yang lebih tinggi, beasiswa, dan masa depan di luar blokade Israel.

"Meski di medan perang yang tanpa ruang kelas, buku dan nyaris tanpa internet, para siswa di Gaza tetap hadir, masuk ke sekolah dan duduk untuk mengikuti ujian akhir, menolak membiarkan perang menghapus masa depan mereka," kata Azzoum.
Sejak perang dimulai, pendidikan banyak siswa di Gaza harus ditunda. Hasil ujian pada Sabtu kemarin akan memungkinkan mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas.
Banyak dari para siswa yang seharusnya sudah di tingkat universitas saat ini. Namun, mereka tetap berada di tingkat SMA karena serangan Israel menghancurkan sistem pendidikan di Gaza.
Kementerian Pendidikan Gaza telah meluncurkan platform daring agar para siswa SMA dapat mengikuti ujian akhir.
"Para siswa telah mengunggah aplikasi untuk mengikuti ujian, tapi mereka menghadapi banyak tantangan," kata direktur ujian di pusat Gaza, Morad al-Agha.

"Kami telah menyampaikan kekhawatiran ini dengan kementerian untuk memastikan masalah ini dapat diselesaikan, supaya para siswa dapat mengikuti ujian tanpa hambatan," lanjutnya.
Meski demikian, para siswa mengungkapkan hambatan yang mereka temui saat mengikuti ujian. Mereka mengatakan, mengikuti ujian secara daring tidak mudah di Gaza.
"Kami mengikuti ujian secara daring, tapi sangat sulit. [Sinyal] internet lemah, banyak dari kami yang tidak memiliki perangkat, dan tidak ada tempat yang aman untuk mengikuti ujian. Kami juga kehilangan buku-buku kami karena serangan," kata seorang siswa, Doha Khatab.
Serangan Israel di Gaza menghancurkan 95% infrastruktur pendidikan dan lebih dari 660 ribu siswa harus putus sekolah.
Banyak bekas sekolah yang dikelola PBB saat ini digunakan sebagai tempat pengungsian dan juga terus menerus jadi target serangan Israel.
Berdasarkan laporan Dewan HAM PBB, pasukan Israel secara sistematis menghancurkan infrastruktur pendidikan di Gaza. Laporan menggambarkan tindakan Israel sebagai kejahatan perang.