
Kementerian Kehakiman AS merilis dokumen yang terkait pembunuhan Martin Luther King Jr sebanyak lebih dari 240 ribu halaman, termasuk catatan dari FBI yang mengawasi pemimpin hak-hak sipil itu sebagai upaya untuk mendiskreditkan pemenang Nobel Perdamaian itu dan gerakan hak-hak sipilnya.
Dokumen itu diunggah di situs Arsip Nasional pada Senin (21/7). Dilaporkan dokumen pembunuhan Martin Luther King Jr akan dirilis lebih banyak lagi.
Martin Luther King Jr tewas akibat tembakan seorang pembunuh di Memphis, Tennessee pada 4 April 1968. Dia merupakan sosok sentral dalam kampanye kesetaraan hak bagi warga Afrika-AS, isu-isu ekonomi, hingga seruan perdamaian. Kematian Martin Luther King Jr mengejutkan AS yang di tahun itu diwarnai kerusuhan rasial, demonstrasi anti perang Vietnam, hingga pembunuhan kandidat presiden Robert F. Kennedy.
Pemerintahan Presiden Donald Trump pada awal tahun ini telah merilis ribuan halaman dokumen digital terkait pembunuhan Robert F. Kennedy dan mantan presiden John F. Kennedy pada 1963.
Dalam kampanye pemilu, Trump berjanji akan memberikan transparansi lebih lanjut terkait kematian Kennedy. Setelah resmi menjabat, Trump juga memerintahkan penasihatnya untuk menghadirkan rencana perilisan dokumen terkait pembunuhan Robert F. Kennedy dan Martin Luther King.

Dikutip dari Reuters, Selasa (22/7), FBI menyimpan berkas-berkas terkait Martin Luther King pada 1950-an dan 1960-an -- termasuk menyadap teleponnya -- karena saat itu menduga Martin Luther King memiliki hubungan dengan komunisme di era Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet. Dalam tahun-tahun berikutnya, FBI mengakuinya sebagai contoh penyalahgunaan dan tindakan yang melampaui batas dalam sejarahnya.
Keluarga Martin Luther King meminta semua pihak yang terlibat dengan dokumen itu untuk memberlakukannya dengan empati, pengendalian diri, dan rasa hormat terhadap duka yang masih dialami keluarga.
Mereka juga mengutuk segala upaya penyalahgunaan dokumen-dokumen tersebut.
"Kini kami harus menghormati pengorbanannya dengan berkomitmen mewujudkan impiannya -- sebuah masyarakat yang berakar pada kasih sayang, persatuan, dan kesetaraan," kata keluarga Martin Luther King dalam pernyataannya.
"Selama ayah kami hidup, dia tanpa henti menjadi sasaran kampanye disinformasi dan pengawasan yang invansif, predatoris, dan sangat meresahkan yang didalangi oleh J. Edgar Hoover melalui Biro Investigasi Federal (FBI)," kata keluarga lagi, termasuk anak Martin Luther King yang masih hidup -- Martin III (67) dan Bernice (62).

Pelaku yang diidentifikasi bernama James Earl Ray mengaku membunuh Martin Luther King. Namun, pengakuan itu dia tarik kembali. Ray pun meninggal dunia di penjara pada 1998.
Keluarga Martin Luther King juga mengatakan telah mengajukan gugatan perdata di Tennessee pada 1999 yang menghasilkan kesimpulan bahwa Martin Luther King merupakan korban konspirasi yang melibatkan Loyd Jowers dan rekan-rekan konspirator lainnya, termasuk badan-badan pemerintah sebagai bagian dari skema yang lebih luas.
"Putusan tersebut juga menegaskan bahwa seseorang selain James Earl Ray merupakan penembak, dan bahwa Ray dijebak untuk menanggung kesalahan. Keluarga kami menilai putusan tersebut sebagai penegasan atas keyakinan yang telah lama kami pegang," kata keluarga.
Loyd Jowers dulunya merupakan petugas kepolisian Memphis. Dalam wawancara dengan program Prime Time Live di ABC pada 1993, dia mengaku berpartisipasi dalam rencana untuk membunuh Martin Luther King.
Kementerian Kehakiman pada 2023 melaporkan klaim Jowers itu meragukan.