Gelombang demonstrasi momentum para pemimpin berkontemplasi.
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR, – Gelombang demonstrasi yang melanda Jakarta dan berbagai wilayah di Indonesia baru-baru ini menjadi momentum penting bagi para pemimpin bangsa untuk berkontemplasi. Demonstrasi ini dipicu oleh kekecewaan publik terhadap rencana kenaikan tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dinilai tidak wajar.
Protes massa yang melibatkan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat sipil ini berujung pada aksi di 107 titik di 32 provinsi, sebagaimana dilaporkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Meski sebagian besar aksi berlangsung damai, beberapa daerah mengalami kerusuhan yang menimbulkan kerusakan, penjarahan, dan korban jiwa.
Tindakan vandalisme yang terjadi tidak bisa dibenarkan, namun menjadi peringatan bahwa ada aspirasi rakyat yang mungkin tidak tersampaikan melalui jalur resmi. Fenomena ini merupakan sinyal bagi para pemimpin untuk mendengarkan suara rakyat lebih lebar.
Pelajaran dari Negara Lain
Indonesia dapat belajar dari negara lain yang berhasil menangani krisis kepercayaan publik. Korea Selatan, setelah skandal politik pada 2016, memperketat aturan transparansi parlemen sehingga skor indeks persepsi korupsinya meningkat. Inggris, setelah skandal pengeluaran parlemen pada 2009, membentuk lembaga independen pengawas tunjangan (IPSA), yang menjadi standar akuntabilitas baru.
Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan pembatalan kebijakan kenaikan tunjangan DPR RI sebagai respons terhadap aksi protes. Beberapa partai politik juga mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan anggota DPR RI yang memicu demonstrasi.
Aksi solidaritas dari masyarakat internasional, termasuk mahasiswa Malaysia dan negara ASEAN lainnya, turut menunjukkan dukungan terhadap rakyat Indonesia yang melakukan demonstrasi.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara