Anggota DPD RI dan Ketua DPD RI ke-5, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai amuk rakyat yang terjadi kemarin harus dilihat sebagai momentum penting bagi Presiden Prabowo Subianto untuk mendengarkan suara asli rakyat. Menurutnya, suara rakyat tersebut merupakan ungkapan kejengkelan atas pernyataan, kebijakan, dan tingkah laku penyelenggara negara yang dianggap menyakiti hati masyarakat.
“Saya berulang kali menyampaikan, bangsa ini adalah bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur. Sehingga moral dan etika menjadi filter utama. Karena sesuatu yang tidak dilarang bukan berarti boleh. Karena bisa jadi hal itu menyakiti hati rakyat kebanyakan yang semakin miskin,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Senin (1/9).
LaNyalla menilai, nilai-nilai luhur bangsa mulai terkikis sejak Pancasila tidak lagi nyambung secara utuh dengan pasal-pasal hasil Amandemen Konstitusi 1999–2002. Ia menyebut, amandemen tersebut mengubah sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.
“Karena kedaulatan rakyat tidak lagi di tangan MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat, yang lengkap diisi oleh Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Tapi kedaulatan rakyat sejak Amandemen telah diserahkan kepada partai politik dan Presiden terpilih,” tegasnya.
Menurutnya, semangat kolektivisme yang selama ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia telah hancur digerus oleh individualisme. Gaya hidup santun pun digantikan oleh gaya hidup hedonis, sementara kecintaan kepada negeri dan rakyat bergeser menjadi pemujaan terhadap komoditas dan kelompok.
Ia menekankan bahwa muak rakyat yang kemudian berujung pada amuk rakyat harus segera direspons dengan tepat. Menurutnya, menertibkan aksi anarkis memang perlu dilakukan, namun lebih penting lagi adalah menertibkan penyelenggara negara yang melukai hati rakyat.
“Karena bila pernyataan, kebijakan, tingkah pola penyelenggara negara yang ‘terekam jejak digitalnya’ pernah melukai rakyat tidak ditertibkan dan ditindak, maka upaya keras Presiden untuk memutar kemudi kapal besar Indonesia menuju kedaulatan dan kebangkitan Indonesia akan menjadi paradoks. Karena injustice hanya menghasilkan civil unrest,” ujarnya.
LaNyalla mengajak Presiden Prabowo untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan masyarakat. Ia mendorong agar presiden mengundang kelompok masyarakat dengan akal sehat, kejujuran, dan nurani, serta para ketua umum partai politik di Senayan.
“Ayo Pak Presiden. Dengar suara asli rakyat. Umumkan sesuatu yang melegakan hati rakyat. Sampaikan niat baik Anda untuk memutar kemudi kapal besar Indonesia ini ke jalan yang benar. Tunjukkan navigasinya. Dan tunjukkan hambatan apa saja yang akan Anda singkirkan,” ucapnya.
Ia mengaku percaya dengan niat baik Presiden Prabowo, merujuk pada buku Paradoks Indonesia yang ditulis Prabowo. Menurutnya, keinginan untuk menerapkan Pasal 33 UUD 1945 dalam semangat patriotisme harus didukung dengan sistem bernegara yang mengembalikan kedaulatan rakyat.
“Kita harus kembali ke Pancasila. Kita harus koreksi sistem bernegara liberal yang tidak cocok untuk negara kepulauan ini. Ini momentum,” tegasnya.
Sebagai penutup, LaNyalla mengutip penggalan bait lagu Iwan Fals berjudul Negeriku sebagai inspirasi untuk membersihkan negeri dari korupsi dan ketidakadilan.
“Bersih, bersih, bersih, bersihlah negeriku / Malu, malu, malu, malulah hati / Kotornya teramat gawat, ya kotornya sangat / Inilah amanat yang menjadi keramat //
Bersih, bersih, bersih, bersihlah diri / Sebelum menyapu sampah dan debu-debu / Nyanyian berkarat sampai ke liang lahat / Atas nama rakyat yang berwajah pucat //”