WARGA Negara Indonesia atau WNI di berbagai negara pekan ini menggelar demonstrasi mendesak pemerintah mencabut berbagai kebijakan yang merugikan rakyat. Di Melbourne, Australia, ratusan WNI yang bergabung dalam Melbourne Bergerak berunjuk rasa dengan tajuk People Taking Back Power.
Mereka memenuhi Federation Square atau Fed Square, jantung kota Melbourne pada Selasa, 2 September pukul 16.30 hingga pukul 19.00 waktu setempat. Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap masyarakat Indonesia yang memprotes berbagai kebijakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Salah satunya kenaikan tunjangan anggota DPR yang berlipat-lipat saat ekonomi masyarakat makin terimpit.
Demonstran terdiri dari dosen dan mahasiswa dari berbagai kampus, jurnalis, musikus, buruh dan pengemudi online. Mereka memegang poster berwarna pink dengan mengambil semangat brave pink, yakni simbol perlawanan, keberanian dan harapan dari berbagai aksi demonstrasi.
Brave pink muncul setelah seorang ibu berkerudung pink menarik perhatian publik. Bermodalkan bendera merah putih yang dikaitkan pada sebilah bambu, ibu itu menghadapi aparat kepolisian di tengah demonstrasi.
Koordinator Koordinator Melbourne Bergerak Ulya Niami Jamson mengatakan keberanian ibu yang menghadapi polisi tanpa senjata itu mengingatkan pada pentingnya peran perempuan dalam demonstrasi menentang rezim otoriter Presiden Soeharto pada 1998. “Suara Ibu Peduli ikut menjatuhkan Soeharto saat Reformasi 1998,” kata Pipin, sapaan akrab Ulya kepada Tempo melalui pesan WhatApp, Rabu, 3 September 2025.
Unjuk rasa warga negara Indonesia bertajuk People Taking Back Power di Federation Square atau Fed Square, Melbourne, Australia, 2 September 2025. Dok. Melbourne Bergerak
Menurut Pipin, unjuk rasa itu juga bagian dari melawan brutalitas aparat kepolisian dalam menangani berbagai demonstrasi yang menyebabkan sejumlah orang tewas. Mereka turut mengecam kekerasan aparat yang menangkap demonstran. Selain itu, mereka menentang penulisan ulang sejarah oleh pemerintah karena mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada 1998.
Melbourne Bergerak menjadi penggagas unjuk rasa yang tumbuh secara organik. Mereka melibatkan mahasiswa dari berbagai kampus di antaranya The University of Melbourne, Monash University, RMIT University, dan Victoria University.
Sebelumnya mereka berkonsolidasi dengan jaringan mahasiswa dan aktivis dari berbagai negara secara daring melalui zoom. Jaringan itu diberi nama Bergerak Internasional. Selain Melbourne Bergerak, ada Amerika Bergerak, Groningen Bergerak, Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Jerman, Vancouver Bergerak, London Bergerak, dan Gerakan Akar Rumput Indonesia di Singapura. Solidaritas juga datang dari diaspora di Polandia dan Taiwan.
“Spirit-nya sama yakni Indonesia bergerak dengan menggelar demonstrasi,” kata Pipin.
Di Berlin, Jerman, demonstrasi menentang brutalitas aparat kepolisian dalam demonstrasi di Indonesia berlangsung pada Ahad, 31 Agustus pukul 11.00 waktu setempat di sekitar Gerbang Brandenburg (Brandenburger Tor). Gerbang Brandenburg merupakan bangunan ikonik, simbol nasional perdamaian dan persatuan negara Jerman yang menjadi pusat jujugan dan berkumpulnya orang-orang dari berbagai negara.
Mereka membawa bendera merah putih dan bendera bajak laut dari anime One Piece. Bendera One Piece merupakan simbol bentuk protes dan ekspresi kekecewaan terhadap pemerintah melalui budaya pop.
Demonstrasi dengan poster bergambar Affan Kurniawan itu mengusung tiga tuntutan utama, yakni menghentikan brutalitas polisi, melawan pemerintahan yang tidak adil, dan membubarkan parlemen yang korup. Anggota Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Jerman, Herlambang Bayu Aji mengatakan unjuk rasa ini bagian dari gerakan bersama melawan kekerasan polisi. Pengunjuk rasa yang merupakan warga Indonesia yang tinggal di Berlin juga memprotes pemerintah dan anggota parlemen yang korup.
Menurut Bayu, mereka juga menyerukan perlawanan terhadap penghapusan dan pengingkaran sejarah melalui proyek penulisan ulang sejarah melalui Kementerian Kebudayaan dan menuntut pejabat negara yang tidak profesional dan melontarkan pernyataan kontroversial untuk mundur. Mereka juga mendesak pemerintah membatalkan kenaikan pajak yang membebani rakyat.
“Batalkan juga kenaikan tunjangan anggota parlemen saat kondisi ekonomi rakyat sulit,” kata Bayu, sapaan akrab Herlambang.
Di Inggris, seruan unjuk rasa melalui poster berjudul London Bergerak menyebar di kalangan diaspora. Poster berwarna pink itu menampilkan narasi menuntut penuntasan kasus kematian sipil akibat kekerasan represif oleh aparat negara. Demonstrasi itu akan berlangsung di Russell Square Gardens, London WC1B 5EH pada Jumat, 5 September pukul 14.30 waktu setempat. Mereka juga memberikan panduan aksi yang aman.
Pilihan Editor: Solidaritas Lintas Batas: Dari Jiran ke Ojol Jakarta