Golkar, PKS, PDIP, Gerindra, Demokrat ramai-ramai menyerukan evaluasi dan penghentian tunjangan untuk anggota DPR. Berbagai tunjangan tinggi yang didapat anggota Dewan membuat rakyat marah dan melancarkan gelombang protes masif sepekan belakangan ini. Terlebih, mayoritas masyarakat sedang menghadapi kesulitan ekonomi dan kenaikan pajak.
“Kami siap mengevaluasi, merevisi, bahkan membatalkan [tunjangan] itu. Kami juga minta kepada semua anggota Fraksi Golkar di DPR maupun DPRD untuk bersikap, berkata, berpenampilan, dan bertindak secara patut,” kata Sekretaris Jenderal DPP Golkar M. Sarmuji kepada kumparan, Minggu (31/8).
Penekanan soal penampilan dan perilaku patut tersebut menyikapi kemarahan publik terhadap sejumlah anggota DPR yang dinilai hanya memikirkan kenyamanan diri sendiri dan tidak peka terhadap situasi masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja.
Pada 19 Agustus 2025, pimpinan DPR mengumumkan adanya tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan kepada anggotanya, selain kenaikan tunjangan beras menjadi Rp 12 juta per bulan, dan tunjangan bensin jadi Rp 7 juta per bulan. Namun kemudian informasi itu dikoreksi Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang menyebut tunjangan beras hanya Rp 200 ribu per bulan dan bensin Rp 3 juta per bulan.
Sekjen DPP PKS M. Kholid menjelaskan, penghapusan tunjangan rumah dinas dapat menghemat anggaran negara sehingga dana dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak seperti peningkatan layanan kesehatan, kualitas pendidikan, dan dukungan bagi UMKM.
“Ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan pengelolaan APBN yang efektif, efisien, dan mengutamakan kepentingan rakyat,” kata Kholid, Sabtu (30/8).
Selain itu, penghapusan tunjangan rumah dinas DPR dianggap penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat—yang hancur—kepada lembaga legislatif tersebut. Mau tak mau, ujar Kholid, anggota DPR harus menunjukkan sikap empati, bertanggung jawab, dan memprioritaskan kepentingan masyarakat.
Senada, PDIP mengingatkan anggotanya untuk mengedepankan etika, empati, dan simpati setiap waktu, karena politik bukan cuma soal kesepakatan.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyatakan, seluruh anggota DPR harus mengukur diri apakah pemberian tunjangan dalam kondisi saat ini—ketika rakyat mengalami kesulitan ekonomi dan mempertanyakan kinerja anggota Dewan—merupakan hal yang pantas.
“Tunjangan untuk anggota DPR bukan sekadar jumlah, tapi menyangkut nilai-nilai etik dan empati. Oleh sebab itu Fraksi PDIP DPR meminta penghentian tunjangan perumahan kepada anggota DPR, serta fasilitas lain yang di luar batas kepatutan,” ujar Said.
Huru-hara yang disebabkan oleh tunjangan-tunjangan itu, lanjut Said, akan menjadi pelajaran penting bagi para anggota DPR.
Ketua Fraksi Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) pun meminta maaf soal isu tunjangan untuk anggota DPR tersebut. Ia menyatakan “siap dikritisi dan dievaluasi”.
Kompak, Fraksi Gerindra mengeluarkan langkah politik serupa dengan mendukung penghentian tunjangan DPR sesuai tuntutan demonstran.
“Fraksi Gerindra telah mendengar keluhan dan tuntutan masyarakat, terutama terkait tunjangan anggota Dewan yang mencederai perasaan dan kepercayaan rakyat. Untuk itu kami siap untuk meninjau ulang dan menghentikan tunjangan-tunjangan tersebut,” kata Ketua Fraksi Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono.
Gerindra juga memeri...