Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, meminta stok beras yang dimiliki Perum Bulog dapat segera dikeluarkan. Ia mendorong Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, bergerak agar beras pemerintah itu bisa disebar ke masyarakat.
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang ada di gudang Bulog mencapai 3,93 juta ton per 1 September 2025.
“Bapak (Kepala Bapanas) punya wewenang untuk mengeluarkan beras yang ada di gudang itu. Sudah saya berulang kali, dari bulan Februari mengatakan bahwa stok beras yang ada di Bulog itu harus berputar, jangan disimpan,” kata Titiek dalam rapat dengar pendapat Bapanas dengan Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (4/9).
Menurutnya, jika beras hanya disimpan maka hal yang nantinya bisa terjadi hanyalah kerugian. Ia juga tidak ingin nantinya beras-beras yang disimpan tersebut justru tidak terpakai.
“Apalagi disimpan sampai lebih dari satu tahun. Kalau nanti harus di-scrap kan kita rugi. 100 ribu (ton) saja bisa Rp 1,2 triliun ruginya. Jadi tolong ini dikoordinasikan, supaya janganlah kita nyimpen-nyimpen stok hanya supaya kita bisa punya cadangan beras yang besar tahun ini. Tapi isinya kita harus buang beras-beras yang nggak bisa dipakai itu,” ujar Titiek.
Sebelumnya, Ombudsman RI memperkirakan Perum Bulog mengalami kerugian sekitar Rp 7 triliun hanya dari pengelolaan CBP. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan dari total CBP, sekitar 1,2 juta ton sudah disimpan lebih dari enam bulan.
Selain itu, terdapat potensi disposal stok beras hingga 300 ribu ton, yang jika dihitung secara kasar diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 4 triliun.
“Nah kalau misalnya harga berasnya sesuai dengan harga HET (harga eceran tertinggi) medium saja itu kan (kerugian) sudah nyampai Rp 3,9 triliun. Coba saja nih hitung 300 ribu ton kali (Rp) 12.500 misalnya. Atau bahkan sekarang misalnya (HET Rp) 13.500, angkanya lebih tinggi dari Rp 4 triliun,” ungkap Yeka dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (3/9).
Kemudian di satu sisi, Yeka juga mencatat adanya potensi biaya tinggi di Bulog akibat biaya pengelolaan CBP. Menurutnya, kerugian tersebut akibat adanya pengadaan gabah inequality, pengelolaan penyimpanan stok 4 juta ton, dan volume penurunan beras CBP yang rendah. Ia menaksir kerugian dari pengelolaan CBP ini bisa menembus Rp 3 triliun.
“Jadi dengan demikian Ombudsman mencatat ini potensi kerugian negara akibat tata kelolaan cadangan beras hari ini itu mencapai (Rp) 7 triliun rupiah. Potensinya,” tutur Yeka.