REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC — Kesedihan masih mencengkram jiwa Hamid Ali setelah tepat satu tahun pasukan penjajah Israel (IDF) membunuh istrinya, Aysenur Ezgi Eygi, di Tepi Barat yang diduduki.
Warga berpaspor Amerika Serikat (AS) tersebut mengaku sulit untuk hidup tanpa almarhumah istri yang kerap disapa Eygi tersebut. “Sangat menyakitkan menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa Aysenur – sebuah rumah kosong, melihat dampaknya terhadap ayah dan keluarganya. Kata yang akan saya gunakan untuk merangkumnya adalah membingungkan,” kata Ali kepada Al Jazeera.
Eygi ditembak mati pasukan Israel saat berpartisipasi dalam demonstrasi terhadap pos terdepan pemukim ilegal di Tepi Barat yang diduduki pada 6 September 2024. Kekerasan penjajah di Tepi Barat seiring dengan kian intensifnya operasi militer Israel di Gaza. Setidaknya, ada sepuluh warga negara AS telah dibunuh oleh tentara dan pemukim Israel sejak 2022.
Pemerintahan Presiden Joe Biden dan Donald Trump telah mengabaikan seruan keluarga Eygi untuk melakukan penyelidikan yang dipimpin AS atas kasus tersebut. Di sisi lain, Washington terus memberikan bantuan militer miliaran dolar kepada Israel.
Ozden Bennett, saudara perempuan Eygi, mengatakan ia memahami keadilan mungkin tidak terlihat. Meski demikian, hal itu tidak menggoyahkan tekad keluarga untuk menjaga kenangan terhadap Eygi tetap hidup.
“Kami berkomitmen pada perjalanan jangka panjang untuk mencari keadilan dan akuntabilitas serta menemukan makna dalam proses melakukan itu, meskipun itu tidak terjadi segera atau mungkin selamanya. Saya berharap itu akan terjadi,” kata Bennett kepada Al Jazeera. "Setiap nyawa yang diambil secara tidak masuk akal oleh Israel pantas mendapatkannya.”