REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Khaldun (1332-1406) merupakan seorang cendekiawan penting dalam sejarah keemasan Islam. Ilmuwan itu berjulukan Bapak Sosiologi karena kontribusinya dalam merintis disiplin tersebut. Salah satu karya monumentalnya adalah Kitab al-‘Ibar.
Bagian awal buku tersebut berjudul “Muqaddimah.” Di dalamnya, Ibnu Khaldun menerangkan topik-topik utama ilmu sosial. Di antara pembahasannya adalah kaitan antara pajak dan runtuhnya suatu negara (daulah).
Bangun dan jatuhnya sebuah negeri dapat dilandasi banyak hal. Bagaimanapun, Ibnu Khaldun cenderung berkeyakinan, faktor internal lebih besar daripada eksternal dalam memicu kehancuran suatu negara.
Mengenai pajak, Ibnu Khaldun mendefinisikannya sebagai tanggungan-tanggungan yang dibebankan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan syariat. Ia pun membedakan antara zakat, pajak bumi (kharaj), dan pajak kepala (jizyah).
Pajak digunakan untuk mendukung pembangunan negara. Ini pun berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi tak berbanding lurus.
Dalam arti, pajak yang tinggi tidak otomatis merangsang pertumbuhan ekonomi. Malahan, menurut Ibnu Khaldun, pengenaan tarif pajak mesti dibuat rendah agar ekonomi masyarakat bisa bergerak bagus dan kehidupan sosial-politik negara menjadi stabil.
Ibnu Khaldun meyakini, tarif pajak yang tinggi, apalagi sampai melampaui kemampuan warga, akan sangat berbahaya bagi tingkat produktivitas masyarakat. Pada akhirnya, pajak yang tinggi dan menyasar masyarakat luas, alih-alih hanya pada segelintir kaum super-kaya, akan berdampak buruk terhadap perekonomian negara.
Dalam Islam, terhadap Muslimin yang kaya raya, sudah ada ketentuan zakat harta (zakat maal). Ini menetapkan, bila seorang Muslim memiliki kekayaan yang sudah mencapai nisab dan haul, maka ia wajib menunaikan zakat maal. Negara mengangkat amil yang bertugas menarik zakat ini dari mereka.
Menurut Sang Bapak Sosiologi, di antara tanda-tanda sebuah negara akan hancur adalah semakin besar dan beragam jenis pajak yang dipungut pemerintah dari rakyatnya. Lebih gawat lagi bila pajak menjadi metode yang dominan atau bahkan satu-satunya jalan bagi pemerintah untuk mengisi pendapatan negara.