Lampung Geh, Bandar Lampung — Akademisi Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma menilai rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung untuk menarik retribusi dari pemanfaatan ruang milik jalan oleh kabel fiber optik memang dapat menjadi alternatif peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak sampai mengorbankan hak publik atas akses digital.
“Yang namanya kebijakan publik itu harus berorientasi pada kepentingan publik. Baik jika ada orientasi peningkatan PAD dari sumber-sumber baru, tapi jangan sampai hak publik atas akses digital tergerus,” ujar Soma, saat dikonfirmasi Selasa (2/9).
Menurutnya, telekomunikasi kini sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat yang harus dijamin pemerintah.
Jika kebijakan hanya berfokus pada PAD tanpa memperhitungkan dampak ke masyarakat dan operator, maka berpotensi menimbulkan efek domino berupa kenaikan tarif layanan oleh operator telekomunikasi.
“Buntut dari itu, konsumen akhir yang justru akan terbebani. Jadi jangan sampai masyarakat terlalu berat akibat kebijakan yang direncanakan,” tambahnya.
Soma juga menilai penerapan retribusi fiber optik perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi daerah.
Ia mencontohkan bahwa kebijakan serupa memang sudah diterapkan di kota-kota besar, namun kondisi Provinsi Lampung berbeda sehingga tidak bisa sekadar meniru tanpa memperhitungkan kemampuan ekonomi rakyatnya.
“Harusnya pemerintah tidak hanya memastikan PAD, tetapi bagaimana telekomunikasi yang dihadirkan, baik dari sektor privat maupun pemerintah, tetap ramah, adil, dan tidak memberatkan,” tegasnya.
Diketahui sebelumnya, Pemprov Lampung melalui Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) memanggil lebih dari 15 perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi.
Pemanggilan ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian izin pemanfaatan ruang milik jalan dengan kondisi di lapangan sekaligus mengkaji potensi penarikan retribusi fiber optik sebagai sumber PAD baru. (Cha/Put)