
Ramai diberitakan media massa, Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui dan secara resmi memutuskan pelaksanaan stimulus ekonomi nasional pada Triwulan II tahun 2025. Stimulus ini diwujudkan melalui kebijakan pemberian diskon tarif transportasi.
Hal ini akan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor perhubungan, sebagai bentuk penugasan langsung pemerintah yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan tentang Penugasan Kepada BUMN Sektor Perhubungan Dalam Pemberian Diskon Tarif Transportasi untuk Stimulus Ekonomi Triwulan II Tahun 2025, yang dilaksanakan selama periode libur sekolah mulai 5 Juni 2025 hingga 31 Juli 2025.
Sebagai bagian dari bisnis transportasi, sektor pelabuhan dengan sigap mengusung program diskon tarif jasa pelabuhan hingga 100 persen. Eits, nanti dulu. Yang dimaksud pelabuhan di sini bukanlah pelabuhan umum, melainkan pelabuhan yang berada dalam kelolaan PT ASDP Indonesia Ferry alias lintas penyeberangan.
Adapun pelabuhan-pelabuhan di bawah naungan Pelindo sampai tulisan ini diselesaikan tidak jelas apakah juga akan mendiskon tarif mereka untuk mendukung program stimulus ekonomi pemerintah triwulan II atau tidak. Jadi, narasi yang dibangun oleh operator feri PT ASDP boleh dibilang "lebay" dan menyesatkan. Bila melihat model bisnis perusahaan ini, "kelebayan" ini bisa dimengerti. Pasalnya, PT ASDP selain mengoperasikan kapal-kapal penyeberangan, ia juga mengelola terminal penyeberangan. Dari hulu hingga hilir alias monopoli.
Menurut politisi Partai PKB yang ditunjuk menjadi Dirut ASDP setelah gagal melenggang ke Senayan, Heru Widodo, diskon tarif jasa pelabuhan yang disiapkan oleh perusahaannya adalah bentuk kontribusi ASDP dalam menyukseskan program stimulus pemerintah. Diskon ini diterapkan pada tujuh lintasan komersial utama yaitu lintasan Merak–Bakauheni (reguler dan eksekutif), Ketapang–Gilimanuk, Lembar–Padangbai, Kayangan–Pototano, Sape–Labuan Bajo, Telaga Punggur–Tanjung Uban, serta Ajibata– Ambarita. Khusus untuk kapal penyeberangan, potongan tarif diberikan kepada sekitar 506.830 penumpang dan 1.169.053 unit kendaraan berbagai golongan.
Pelabuhan Umum

Pelabuhan umum yang dimaksud di sini adalah tempat sandar/labuh yang dikelola oleh badan usaha pelabuhan atau BUP. Lebih khusus fasilitas yang dikelola oleh BUMN kepelabuhanan pelat merah. Dalam konteks program diskon tarif pelabuhan jor-joran yang diusung pemerintah, tidak terdengar PT Pelindo sebagai BUP menawarkan diskon untuk layanan yang diberikan sampai tulisan ini diselesaikan.
Nampaknya, program diskon tarif pelabuhan sepenuhnya "olahan" PT ASDP. Dalam kalimat lain, hal ini bersifat amat politis. Maklumlah pemimpin puncaknya seorang politisi. Memang ada keterlibatan operator pelayaran lainnya milik negara, yaitu PT Pelni, dalam program diskon yang ada; bentuknya diskon harga tiket kapal yang mereka operasikan. Menariknya, Pelni tidak mengelola terminal (penumpang) seperti ASDP.
Kapal-kapal Pelni sebagian besar sandar di pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo di seluruh Indonesia. Perusahaan ini menyiapkan terminal penumpang di dalam pelabuhan yang biasanya berdampingan dengan terminal barang. Awalnya, fasilitas untuk penumpang amat sederhana. Namun kini sudah nyaman, ada pendingin ruangan, toilet yang bersih dan wangi.
Di terminal penumpang Pelabuhan Belawan bahkan disiapkan garbarata. Semua ini jelas membutuhkan investasi dari kocek Pelindo. Sejauh ini, dalam catatan penulis yang amat pendek, sudah pun dipungut fee untuk berbagai sarana pendukung tadi. Persis sama dengan harga tiket yang dibayarkan oleh penumpang pesawat yang di dalamnya sudah termasuk pungutan untuk pemanfaatan fasilitas bandar udara.
Pertanyaannya sekarang, program diskon tarif pelabuhan yang diusung oleh PT ASDP akankah juga bergema di pelabuhan-pelabuhan Pelindo di mana perusahaan ini pada akhirnya memberikan potongan pula untuk jasanya? Dari sudut pertimbangan bisnis, dugaan saya, sepertinya Pelindo tidak akan terlibat dalam program diskon tarif pelabuhan seperti PT ASDP.
Alasannya, sebagai pengelola pelabuhan umum, pemberlakuan diskon tarif membutuhkan perhitungan yang matang sementara di sisi lain masa pemberlakuan potongan sangat singkat (sekitar satu bulan lebih). Karena sasaran diskon adalah kapal penumpang, berarti nantinya hanya kapal Pelni yang akan diberikan potongan biaya jasa kepelabuhanan; bagaimana dengan kapal penumpang lain, cruise misalnya?
Itu artinya sistem yang sudah berjalan di pelabuhan Pelindo akan disesuaikan untuk sementara waktu demi mengakomodasi program diskon tarif pelabuhan. Sesuatu yang dapat mengirimkan sinyal buruk kepada pengguna jasa yang ada selama ini bahwa pelabuhan nasional tidak konsisten layanannya. Begitulah kira-kira narasi mereka. Bak kata pepatah, ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’.
Ada banyak alasan lain mengapa program diskon tarif pelabuhan di pelabuhan umum sedikit lebih sulit dijalankan dibanding di pelabuhan/terminal di bawah kelolaan ASDP. Tapi dicukupkan sampai di situ saja. Kendati demikian, perlu dicatat, program diskon tarif maritim –sebut saja demikian karena ASDP, Pelni dan Pelindo berada dalam lingkup kemaritiman– adalah program politis yang seringkali mengabaikan perhitungan bisnis.
Sehingga, walaupun tidak feasible tetap saja dieksekusi, bahkan oleh Pelindo yang sejauh ini belum bersuara terkait program dimaksud. Jika sudah diputuskan secara politis, apa pun dilakukan. Termasuk dengan membangun narasi sesat.